Meneropong Faktor Motivasi Koruptor serta Cara Mengatasinya


Sudah tak terhitung lagi, bearpa kali jumlah diskusi dan seminar dalam kaitannya dengan korupsi di tanah air. Namun solusi yang dilakukan sepertinya berbanding terbalik, dalam artian, malah kegiatan para korupstor semakin meraja lela. Padahal semua orang tahu bahwa 

korupsi melanggar hukum. Ini terbukti, semakin banyak yang ditangkap, malah “masalah keserakahan elite”tak mampu mengurangi kegiatannya. Bahkan, hasil kegiatan korupsi itu, telah mencoreng citra bangsa di mata internasional. 

Iya, sangatlah wajar jika  kampanye anti keserakahan kian gencar dilakukan masyarakat  termasuk yang dilakukan para pendemo,di berbagai tempat,  dapat dijadikan sebagai salah satu upaya memberantas korupsi. Sayang sekali, semakin didemo oleh para pendemo, malah para koruptor di berbagai tempat, tidak pernah berhenti di titik nol, dalam artian, idenya dalam menghadirkan strategi, semakin bertambah, hingga korupsi tak pernah pupus di tanah air yang kita cintai ini.

Lalu apa faktor penyebabnya? Berbagai hasil penelitian menyimpulkan bahwa  faktor penyebab terjadinya korupsi,banyak.  Namun dari sekian banyak itu, jika dicermati, faktor penyebab korupsi itu selalu berpusat pada satu hal yakni “toleransi terhadap korupsi”. Bagaimana tidak? Fakta riil yang kita peroleh di lapangan menunjukkan bahwa kita masih lebih banyak menghadirkan bicara/ngobrol terkait korupsi , termasuk  juga kegiatan upacara ketimbang aksi dari makna korupsi tersebut.

Intinya perlu ada tindakan nyata terhadap korupsi itu, tentu bermula dari pertanyaan, mengapa orang melakukan korupsi? . Sebab, sekali lagi, faktor penyebab korupsi sangat tepat sebagai langkah awal bergerak menuju pemberantasan korupsi yang riil, berawal dari akarnya perlu digali terbuka, jelas, dan  tuntas.  Iya, korupsi di tanah negeri, ibarat “warisan haram” tanpa surat wasiat. Ia tetap lestari sekalipun diharamkan oleh aturan hukum yang berlaku dalam tiap orde yang datang silih berganti. Hampir semua segi kehidupan terjangkit korupsi. 

Para pakar pun bersepakat untuk mencari langkah ptraktis merngatasi masalah korupsi. Apabila disederhanakan, penyebab korupsi meliputi dua faktor yaitu faktor internal 

dan faktor eksternal.Faktor internal merupakan penyebab korupsi yang datang dari diri pribadi sedang faktor eksternal adalah faktor penyebab terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar.

Faktor internal terdiri dari aspek moral, misalnya lemahnya keimanan,kejujuran, rasa malu, aspek sikap atau perilaku misalnya pola hidup konsumtif dan aspek sosial seperti keluarga yang dapat mendorong seseorang untuk berperilaku korup. Lalu faktor eksternal bisa dilacak dari aspek ekonomi misalnya pendapatan atau gaji tidak mencukupi kebutuhan, aspek politis misalnya instabilitas politik,kepentingan politis, meraih dan mempertahankan kekuasaan, aspek managemen  dan organisasi yaitu ketiadaan akuntabilitas dan transparansi, aspek hukum, terlihat dalam buruknya wujud perundang-undangan dan lemahnya penegakkan hukum.

Jika kita lakukan tindakan bermula dari motivasi koruptor itu, dalam artian mengetahui motivasi mereka dalam berkorupsi, maka yakinlah bahwa kegiatan  untuk memberantasnya, dapat diatasi. Ujungnya, para koruptor semakin jera dalam kegiatannya dalam berkorupsi.

Pertanyaannya, kapan? Kalau bukan sekarang kapan lagi? Dan kalau bukan kita siapa lagi yang diharapkan dalam menangani kegiatan korupsi para koruptor tersebut? Pertanyaan ini harus dijawab secara jelas dan tuntas, sehingga orang-orang berkeinginan melakukan korupsi jera untuk melakukannya lagi

Dari beberapa referensi yang dibaca, ditemukan beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk bisa mengatasinya. Untuk itu, sejak sekarang, dinarasikan solusinya  sebagai langkah pemberian informasi kepada masyarakat  mengenai bagaimana cara mengatasi korupsi Namun demikian,  sebelum itu, mari kita teliti terlebih dahulu mengenai apa saja yang sebenarnya menjadi penyebab dari adanya tindak pidana korupsi ini, sehingga para pakar negeri ini selalu menghadirkan diskusi berupa serasehan dan seminar tapi hasilnya belum maksimal. Akibat lanjutannya, Negara ini rugi, akibat kerjanya para koruptor yang sering korup.

Dari referensl yang ada, dapat dideskripsikan di sini factor penyebabnya, Pertama; yang paling fatal adalah adanya suatu kesalahan  sistem dalam penyelenggaraan negara. Apakah maksud dari pernyataan tersebut? Semenjak era orde lama sampai reformasi pun, kita seolah terfokuskan oleh pengembangan ekonomi yang ada pada negara Indonesia. Lalu bagaimanakah dengan pendidikan? Karena adanya program pemerintah yang terfokuskan kepada ekonomi, edukasi seolah tidak mendapat perhatian yang seimbang. Akibatnya, pendidikan anti korupsi sulit untuk diterapkan karena tidak adanya pembelajaran sebelumnya.

Kedua, Rasa haus harta pejabat. Manusia tentunya tidak akan pernah puas akan sesuatu. Tapi alangkah baiknya sifat tersebut bisa diminimalisir, apalagi jika seseorang menjadi seorang pejabat yang seharusnya bisa dijadikan contoh bagi masyarakat di negaranya. Sayangnya, rasa haus untuk memperoleh kekayaan dengan cara yang mudah dan singkat semakin dikembangkan. 

Ketiga, hukuman yang terkesan ringan untuk pelaku korupsi. Negara Indonesia memang negara hukum, yang akan memberikan sanksi dan hukuman bagi terdakwa dengan adil. Namun pada kenyataannya apakah kita dapat melihat prinsip keadilan tersebut pada peradilan yang menghakimi para pelaku korupsi? Padahal, bisa saja koruptor yang telah banyak sekali mengambil harta masyarakat dapat diadili dengan sistem hukum Indonesia saat ini sampai dengan tujuan hukuman mati. Selain itu, kurangnya nilai pinalti yang diberikan untuk mereka para pelaku korupsi menyebabkan hukuman tersebut terlihat tidak serius untuk bisa memberantas korupsi di negara ini.

Keempat, sedikit pemimpin yang bisa dijadikan teladan. Pejabat seringkali tidak bisa dijadikan contoh untuk rakyatnya karena berbagai aksi negatif yang dilakukannya, seperti korupsi. Dengan gambaran pejabat yang rakus tersebut, masyarakat Indonesia tidak bisa mengambil contoh sama sekali dari perilaku para pelaku tersebut. Karena minimnya sosok pemimpin yang bisa dijadikan contoh tersebut, maka sangat sulit untuk membentuk diri yang baik..

Lalu , bgaimana cara mengatasina? Menurut para ahli, kalau disimpulakan secera cermat, maka perlu ada upaya, antara lain: Pertama,  Menanamkan rasa tanggung jawab kepada masyarakat. Cara mengatasinya,  adalah menanamkan rasa tanggung jawab. Tidak hanya pada keluarga saja, namun juga untuk lingkungan sekitar kita. Dengan mengilhami nilai-nilai positif dari kelebihan Demokrasi Pancasila dan juga contoh Demokrasi Pancasila, masyarakat bisa menanamkan rasa tanggung jawab dalam diri mereka untuk bisa berkata tidak pada korupsi. 

Kedua: Membentuk aturan hukum yang kuat. Dengan beberapa fungsi hukum seperti fungsi hukum dalam masyarakat dan fungsi hukum perusahaan, hukum di Indonesia sebenarnya bisa diperbaiki agar bisa mengadili para pelaku dengan sangat adil. Harus ada suatu aturan baku yang digunakan, sebuah aturan yang kokoh dan tidak bisa dijatuhkan. Selain membentuk aturan hukum yang kuat, penegak hukum harus bisa belajar untuk mengadili seseorang dengan seadil mungkin, tidak tebang pilih. 

Dan ketiga: Memberikan pendidikan anti korupsi sejak dini. Selain dari langkah-langkah pencegahan yang nyata lainnya, ada satu yang paling penting, yaitu penanaman pendidikan anti korupsi yang bisa dilakukan sedini mungkin. Para orang tua harus mengedukasi diri mereka terlebih dahulu dengan segala informasi mengenai pendidikan korupsi. Setelah itu, barulah mereka memahami dan akhirnya mengajarkan kepada anak-anak mereka Lalu keempat: Penyampaian pendidikan moral. Selain dari pendidikan yang formal, seseorang juga harus mendapatkan pendidikan moral. Pendidikan moral sejak dini ini perlu dilakukan untuk menanamkan sebuah nilai empati. Tindakan kita seharusnya tidak memberikan kerugian bagi orang lain. Itulah sebenarnya yang menjadi kunci mengapa para koruptor meraja lela, karena mereka tidak peduli akan efek yang mereka berikan kepada rakyat. 

Dan ini dia dari sisi internal, perlu ada pendekatan diri dari segi religious. Cara mengatasi korupsi menurut para ahli selanjutnya adalah pendekatan religius. Nilai kebaikan yang diberikan oleh seluruh agama di dunia ini merupakan hal yang sangat penting bagi diri setiap orang. Seseorang tidak akan berani untuk menyakiti orang lain apabila ia memiliki iman yang cukup. Dengan pendekatan religius yang baik, seseorang tidak akan berani melakukan segala bentuk kejahatan karena takut mendapat balasan. Ia akan berusaha di jalan yang baik, untuk mendapatkan hasil yang baik pula.(***)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jika Kau Ingin Menangis, Ya Menangislah.

Kami Bukan Sekedar Sahabat Atau Teman Belaka!

Sombong, Ngakunya Udah Ngak Butuh Lagi Masyarakat Sekarang Masih Butuh Juga.